Sabtu, 31 Mei 2014

SISTEM PANEN HUJAN

SISTEM PANEN HUJAN

Latar belakang:
Jumlah air di bumi sangat banyak; namun jumlah air bersih yang tersedia belum dapat memenuhi permintaan sehingga banyak orang menderita kekurangan air. Chiras (2009) menyebutkan bahwa kekurangan air dipicu naiknya permintaan seiring peningkatan populasi, tidak meratanya distribusi air, meningkatnya polusi air dan pemakaian air yang tidak efisien. Beberapa penelitian mengindetifikasi bahwa pada aras rumah tangga kekurangan air diperburuk kebocoran air akibat kerusakan home appliances yang tidak segera diperbaiki, pemakaian home appliances yang boros air, perilaku buruk dalam pemakaian air, dan minimnya pemanfaatan air hujan sebagai sumber air alternatif. Pemakaian air yang tidak terkontrol akan mengancam keberlanjutan air, sehingga perlu dilakukan konservasi air. Salah satu metode konservasi air dalam rumah tangga adalah memanen air hujan, yaitu mengumpulkan, menampung dan menyimpan air hujan. 

Memanen air hujan merupakan alternative sumber air yang sudah dipraktekkan selama berabad-abad di berbagai negara yang sering mengalami kekurangan air (Chao-Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai, 2004). Air hujan yang dipanen dapat digunakan untuk multi tujuan seperti menyiram tanaman, mencuci, mandi dan bahkan dapat digunakan untuk memasak jika kualitas air tersebut memenuhi standar kesehatan (Sharpe, William E., & Swistock, Bryan, 2008; Worm, Janette & van Hattum, Tim, 2006).

Secara ekologis ada empat alasan mengapa memanen air hujan penting untuk konservasi air (Worm, Janette & Hattum, Tim van, 2006), yaitu: 
  1. Peningkatan kebutuhan terhadap air berakibat meningkatnya pengambilan air bawah tanah sehingga mengurangi cadangan air bawah tanah. Sistem pemanenan air hujan merupakan alternatif yang bermanfaat.
  2. Keberadaan air dari sumber air seperti danau, sungai, dan air bawah tanah sangat fluktuatif. Mengumpulkan dan menyimpan air hujan dapat menjadi solusi saat kualitas air permukaan, seperti air danau atau sungai, menjadi rendah selama musim hujan, sebagaimana sering terjadi di Bangladesh. 
  3. Sumber air lain biasanya terletak jauh dari rumah atau komunitas pemakai. Mengumpulkan dan menyimpan air di dekat rumah akan meningkatkan akses terhadap persediaan air dan berdampak positif pada kesehatan serta memperkuat rasa kepemilikan pemakai terhadap sumber air alternatif ini.
  4. Persediaan air dapat tercemar oleh kegiatan industri mupun limbah kegiatan manusia misalnya masuknya mineral seperti arsenic, garam atau fluoride. Sedangkan kualitas air hujan secara umum relatif baik. 
Ada tiga komponen dasar yang harus ada dalam sistem pemanenan air hujan yaitu:
  1. Catchment, yaitu penangkap air hujan berupa permukaan atap .
  2. Delivery system, yaitu sistem penyaluran air hujan dari atap ke tempat penampungan melalui talang .
  3.  storage reservoir, yaitu tempat penyimpan air hujan berupa tong, bak atau kolam.
Selain ketiga komponen dasar tersebut, dapat dilengkapi dengan komponen pendukung seperti pompa air untuk memompa air dari bak atau kolam penampung. (Worm, Janette & van Hattum, Tim 2006; Chao-Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai 2004). 
Kendala yang dihadapi dalam memanen air hujan antara lain frekuensi dan kuantitas hujan yang fluktuatif serta kualitas air hujan belum memenuhi pedoman standar air bersih WHO. Ada dua isu terkait kualitas air hujan, yaitu isu bacteriological water quality dan isu insect vector
 Pertama, isu bacteriological water quality. Air hujan dapat terkontaminasi oleh kotoran yang ada di catchment area (atap) sehingga disarankan untuk menjaga kebersihan atap. Penampung air hujan juga harus memiliki tutup agar terhindar dari kotoran. Bacteria tidak dapat hidup di air yang bersih. Lumut dapat hidup jika ada sinar matahari menembus tong penampung air, oleh sebab itu tong penampung air hujan sebaiknya dibiarkan gelap dan diletakkan di tempat teduh agar lumut tidak dapat tumbuh.
 Kedua, isu insect vector. Serangga dapat berkembang biak dengan meletakkan telurnya dalam air. Oleh karena itu sebaiknya tong penampung air ditutup rapat untuk menghindari masuknya serangga seperti nyamuk. Ada beberapa metode perlakuan sederhana dalam pemakaian air hujan, antara lain: merebus air akan mematikan bakteri, menambahkan chlorine (35ml sodium hypochlorite per 1000 liter air) akan mendisinfeksi air, filtrasi pasir (biosand) akan menghilangkan organism berbahaya (Thomas, tanpa tahun). Worm & van Hattum (2006) menyebutkan sekarang dikembangkan teknik SODIS (Solar Water Disinfection) yaitu botol plastic yang sudah dicat hitam diisi air dan dijemur beberapa jam dengan tujuan untuk mematikan bacteria dan mikroorganisme dalam air hujan.
Di Taiwan secara tradisional praktek memanen air hujan banyak dilakukan di daerah yang memiliki persediaan sumber air permukaan atau air bawah tanah yang terbatas (Chao-Hsien Liaw & Yao-Lung Tsai 2004). Hasil pengamatan penulis menunjukkan meskipun memanen air hujan merupakan teknik yang sederhana, murah dan tidak membutuhkan keahlian atau pengetahuan khusus namun belum banyak dilakukan di Indonesia. Padahal praktek memanen air hujan penting sebagai alternative sumber air. Diperkirakan sebagian besar masyarakat belum menyadari pentingnya memanen air hujan sebagai salah satu upaya menghemat air akibat kurangnya pengetahuan dan informasi. Selain itu kemungkinan masyarakat juga merasa yakin tidak akan mengalami kekurangan air karena secara umum air melimpah di Indonesia. Untuk mengetahui lebih detail mengenai hal itu tentu perlu dilakukan penelitian secara lebih lanjut. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa diperlukan peran pemerintah agar praktek memanen air hujan dapat dilakukan secara luas. Pemerintah perlu melakukan komunikasi, informasi dan edukasi public agar masyarakat dapat tertarik perhatiannya, memahami, menyadari dan bersedia melakukannya di rumah masing-masing. Jika memanen air hujan dipraktekkan secara luas, maka masalah kekurangan air pada aras rumah tangga dapat dihindari. Berikut ini contoh desain sistem memanen air hujan yang sederhana yang dapat diterapkan masyarakat pada aras rumah tangga.

13495022801490651822 
 Berikut ini contoh praktek memanen air hujan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Cambodia, Bangladesh, Sri Lanka, dsb.

1349502443351769265
 
 13495025812066311394
  
KESIMPULAN
Untuk memenuhi permintaan air yang persediaannya semakin terbatas, diperlukan upaya konservasi air. Memanen air hujan merupakan salah satu metode konservasi air yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam rumah tangga. Upaya konservasi air memerlukan komitmen dari semua pihak terhadap isu keberlanjutan air. Apabila memanen air hujan dipraktekkan secara berkesinambungan akan dapat membantu memelihara keberlanjutan air dan keberlanjutan lingkungan sebagai pendukung perikehidupan generasi sekarang dan yang akan datang.

Sumber inspirasi :
 http://green.kompasiana.com/iklim/2012/09/18/memanen-air-hujan-rain-water-harvesting-sebagai-alternatif-sumber-air-494318.html


DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

LATAR BELAKANG
Mendengar kata hujan, mungkin yang terbayang di benak kita adalah banjir. Hal ini kerap terjadi karena biasanya saat hujan turun sebagian besar air akan meluap dan menimbulkan genangan ataupun banjir. Namun sebaliknya, ketika musim kemarau sumber air banyak yang mengalami kekeringan karena cadangan air tanah permukaan yang ada habis disedot untuk keperluan rumah tangga dan industri. Inilah permasalahan terkait sektor air khususnya di perkotaan yang harus diperhatikan. Salah satu solusi konkret untuk masalah tersebut adalah dengan memperbaiki sistem drainase perkotaan. 

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia, pada umumnya melampaui kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan diantaranya permasalahan drainase perkotaan. Akibatnya Permasalahan banjir / genangan semakin meningkat pula. Pada umumnya penanganan sistem drainase di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu pada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigasi perencanaan, pembebasan lahan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai sistem drainase kepada pihak yang terlibat baik pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan. Agar penanganan permasalahan sistem drainase dapat dilakukan secara terus menerus dengan sebaik-baiknya.
Sistim Drainase Perkotaan adalah prasarana yang terdiri dari kumpulan sistem saluran didalam kota yang berfungsi mengeringkan lahan perkotaan dari banjir/genangan akibat hujan dengan cara mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air melalui sistem saluran-saluran tersebut.

Drainase Berwawasan Lingkungan adalah pengelolaan drainase yang tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan.
Terdapat 2(dua) pola yang dipakai:
  • Pola detensi (menampung air sementara), misalnya dengan membuat kolam penampungan.
  • Pola retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan, saluran resapan, bidang resapan atau kolam resapan. 
Drainase Perkotaan merupakan kumpulan sistem jaringan saluran drainase, situ-situ dan sumur-sumur resapan yang berada sepenuhnya didalam batas administrasi pemerintahan kota atau didalam batas ibu kota pemerintahan Kabupaten.

Sistem Drainase Perkotaan
  1. Ditinjau dari Satuan Wilayah Sungai adalah kumpulan anak-anak sungai yang berada didalam Satuan Wilayah Sungai yang tergolong micro pada orde sungai tingkat 2 atau 3 yang sepenuhnya berada didalam batas administratif Perkotaan.
  2. Ditinjau secara Administratif Perkotaan dalah kumpulan Jaringan anak-anak sungai dan saluran pada masing-masing Daerah Alirannya dimana penangannya menjadi kewenangan pemerintahan Kabupaten atau pemerintahan kota sekalipun sebagai ibukota Propinsi.
FUNGSI DRAINASE PERKOTAAN
  1. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
  2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar tidak membanjiri/ menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan.
  3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
  4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.
Cara paling efektif agar drainase berwawasan lingkungan ini dapat berkelanjutan adalah peran serta masyarakat untuk ikut aktif di dalam penerapan pelestarian air tanah karena jika persediaan air tanah habis, merekalah yang paling merasakan akibatnya. Masyarakat dapat berperan aktif untuk ikut menabung air melalui kolam tandon penampung air hujan, berupa reservoir bawah tanah maupun dengan tangki penampung yang berfungsi menampung dan mengalirkan air hujan yang jatuh dari permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah.  
 
Sumur Resapan, Solusi Termurah
Sumur resapan adalah salah satu solusi murah dan cepat untuk masalah banjir. Umumnya sumur resapan berbentuk bundar dengan diameter minimal 1 meter. Lubang galian sebelah atas sampai lapisan tanah relatif keras dan bersemen agar dilindungi dengan bidang penahanan longsoran dinding sumur (bisa dari bambu, pasangan bata, base beton atau drum). Kedalaman sumur resapan relatif tergantung kondisi formasi batuan dan muka air tanah. Untuk daerah yang muka air tanahnya dalam, kedalaman sumur resapan dapat dibuat hingga mencapai 5 meter.

Idealnya dalam perencanaan drainase di suatu wilayah perlu direncanakan adanya sumur resapan sehingga dimensi saluran drainase dapat lebih diminimalkan. Untuk hasil yang lebih maksimal, penggunaan sumur resapan dapat divariasikan dengan bangunan drainase lainnya seperti kolam resapan. Upaya ini akan berdampak besar bila semua masyarakat sadar dan mau menerapkannya. 
 
Peran sumur resapan tentu tidak akan berarti bila hanya beberapa rumah yang menerapkannya. Bayangkan, bila setiap rumah memiliki sumur resapan yang masing-masing mampu meresapkan air hujan sejumlah satu meter kubik dan satu kawasan terdapat sepuluh ribu rumah maka akan didapatkan sepuluh ribu meter kubik air yang dapat meresap ke tanah. Kawasan tersebut dapat mengurangi limpasan permukaan yang akan membebani saluran drainase di hilir dan mampu mengurangi masalah kekeringan pada musim kemarau karena pada musim penghujan, mereka telah menabung air.

Disadur dari :
PERPUSTAKAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=331

Jumat, 30 Mei 2014

PENGOLAHAN AIR KOTOR (LIMBAH)

PENGOLAHAN AIR KOTOR (LIMBAH)

Kebutuhan akan pentingnya air tidak diimbangi dengan kesadaran untuk melestarikan air, sehingga banyak sumber air yang tercemar oleh perbuatan manusia itu sendiri. Ketidak bertanggung jawaban mereka membuat air menjadi kotor, seperti membuang sampah ke tepian sungai sehingga aliran sungai menjadi mampet dan akhirnya timbul banjir jika hujan turun, membuang limbah pabrik ke sungai yang mengkibatkan air itu menjadi tercemar oleh bahan-bahan berbahaya, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan air yang telah tercemar hingga layak digunakan untuk aktivitas sehari-hari.

Pengolahan Air Kotor
Air kotor adalah air buangan dari kamar mandi, WC, dapur dan tempat cuci yang berasal dari buangan rumah tangga, perkantoran hotel, restoran, rumah sakit dan lain sebagainya (buangan domestik), tetapi tidak termasuk air buangan industri dan air hujan.

Tujuan Penyediaan Sarana Pengolahan Air Kotor
Perbaikan sanitasi lingkungan pemukiman yang bersih, sehat dan berkesinambungan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui terciptanya kesehatan masyarakat.


Contoh :
Instalasi Pengolahan Air Kotor Bojongsoang

Luas areal instalansi Bojongsoang adalah 85 Hektar yang meliputi instalansi dan kolam stabilisasi.
  1. Kapasitas kolam pengolahan:
  2. Debit rata-rata/hari : 80.835 m3/hari
  3. Debit maksimum : 243.000 m3/hari
  4. BOD influent : 360 mg/L
  5. Temperatur : 22.50 C
Proses yang terjadi pada instalansi tersebut meliputi: 
  1. Proses fisik
  2. Proses Biologi
Proses fisika dilakukan secara mekanik, sedangkan proses biologi meliputi tiga tahap yaitu : Anaerobik, fakultatif, dan maturasi. Proses pengolahan air limbah pada Instalansi Pengolahan Air Kotor Bojongsoang meliputi beberapa tahap, antara lain:

Pengolahan Fisik :
  • Saringan Kasar (Bar Screen); untuk menyaring sampah yang berukuran besar (>50mm).
  • Pompa Ulir (Screw Pump); untuk memompa air dari bak penampungan ke Grit Chamber.
  • Saringan Halus (Mechanical Bar Screen); untuk menyaring sampah berukuran kecil (20mm-50mm).
  • Screening Press; untuk memadatkan sampah yang dihasilkan oleh saringan halus.
  • Grit Chamber; bak pemisah Lumpur dan pasir.
Pengolahan Biologi :
  • Proses Anaerobik; penurunan bahan organic secara anaerobic dengan bantuan mikroorganisme anaerob.
  • Proses Fakultatif; penurunan bahan organic secara aerob dan anaerob.
  • Proses Maturasi (pematangan); penyempurnaan kualitas air.
Air hasil olahan berupa effluen yang dilepas ke badan air penerima harus sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.

Pemanfaatan Hasil Proses Pengolahan Air Kotor
Hasil proses instalasi pengolahan air kotor dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk kebutuhan pertanian dan perikanan.
Sebagai produk samping, yaitu berupa lumpur organik. Lumpur tersebut kaya akan bahan-bahan organik karena berasal dari air limbah domestik yang diproses secara biologi. Sesuai dengan produk yang dihasilkan dari sistem pengolahan tersebut, maka lumpur yang dihasilkan diolah untuk dijadikan media tanam yang dapat membantu proses pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. 

 




Benefit Pelayanan Air Kotor bagi Masyarakat
  • Perbaikan lingkungan pemukiman terutama untuk daerah-daerah padat penduduk.
  • Penataan sistem saluran pembuangan.
  • Penataan sistem sanitasi lingkungan pemukiman.
  • Penurunan tingkat pencemaran pada badan-badan air penerima akibat pembuangan limbah domestik. 

Sumber Insfirasi :

file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR.../AIR.pdf