Minggu, 01 Juni 2014

JEJAK EKOLOGIS

JEJAK EKOLOGIS

Pengertian Ekologis
Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu Oikos yang artinya Rumah atau tempat hidup dan Logos yang artinya ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.


Pengertian dan Definisi Jejak Ekologis
Wackernagel dan Rees (1992) mendefinisikan Jejak Ekologis atau Appropriated Carrying Capacity suatu wilayah sebagai luas lahan dan air dalam berbagai katagori yang diperlukan secara eksklusif oleh penduduk di dalam wilayah tersebut, untuk :
  • Menyediakan secara kontinyu seluruh sumberdaya yang dikonsumsi saat ini.
  • Menyediakan kemampuan secara kontinyu dalam menyerap seluruh limbah yang
    dihasilkan.
Lahan tersebut saat ini berada di muka bumi, walaupun sebagian dapat dipinjam dari masa lalu (misalnya : energi fosil) dan sebagian lagi dialokasikan pada masa yang akan datang (yakni dalam bentuk kontaminasi, pohon yang pertumbuhannya terganggu karena peningkatan radiasi ultra violet, dan degradasi lahan, Wackernagel dan Rees, 1992). 

Sejalan dengan pendapat tersebut, Galli, et al; (2012) menyatakan bahwa jejak ekologis dan biokapasitas adalah nilai-nilai yang dinyatakan dalam satuan yang saling terpisah dari suatu daerah yang diperlukan untuk menyediakan (atau regenerasi) layanan ekosistem setiap tahun seperti:
  • Lahan pertanian untuk penyediaan makanan nabati dan produk serat.
  • Tanah penggembalaan dan lahan pertanian untuk produk hewan.
  • Lahan perikanan (laut dan darat).
  • Hutan untuk kayu dan hasil hutan lainnya.
  • tanah serapan untuk mengakomodasi penyerapan karbon dioksida antropogenik (jejak karbon), dan wilayah terbangun (built-up area) untuk tempat tinggal dan infrastruktur lainnya.
 
Sesuai definisi tersebut, Wada (1993) merumuskan jejak ekologis/appropriated carrying capacity dari kegiatan pertanian (hidroponik di rumah kaca dibandingkan dengan mekanisasi pertanian konvensional) sebagai berikut: “Luas lahan pertanian dan ekivalen lahan dari input pertanian lainnya (seperti energi dan material) yang dibutuhkan untuk memproduksi unit tanaman tertentu per tahun, menggunakan teknologi pertanian tertentu.”
Kyushik, et al. (2004) memberikan konsep daya dukung kota di dalam penelitiannya yang didefinisikan sebagai level maksimum dari kegiatan manusia seperti pertumbuhan penduduk, penggunaan lahan, serta pembangunan fisik lainnya, yang dapat didukung oleh lingkungan perkotaan tanpa menyebabkan kerusakan yang serius dan kerusakan yang tak terpulihkan pada lingkungan alam.
Konsep ini didasarkan pada asumsi bahwa terdapat ‘ambang batas tertentu’ pada lingkungan yang apabila dilampaui, akan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius dan tak terpulihkan pada lingkungan alam (Kozlowski, 1997). Ketika pembahasan difokuskan pada dampak terhadap destinasi pariwisata, biasanya didasarkan pada suatu bentuk konsep daya dukung wisatawan. 
Daya dukung turisme seringkali didefinisikan sebagai berikut: “Jumlah turis yang berpotensi merusak sebuah tempat yang dapat diasimilasi tanpa kerusakan jangka panjang dan dapat diukur dengan jumlah turis yang menggunakan tempat tersebut untuk menentukan apakah daya dukung sosial telah terlampaui dan lokasi dimaksud telah digunakan melampaui kapasitasnya (over utilized)” (Patterson, 2005). Analisis Jejak Ekologis berawal dari analisis daya dukung penduduk yang ditentukan di dalam suatu wilayah tertentu. Analisis Jejak Ekologis telah digunakan untuk mendefinisikan daya dukung ekologis untuk destinasi turis di New Zealand.

Zhao, et al; (2005) mengatakan bahwa jejak ekologis memiliki akar yang kuat di dalam konsep daya dukung lingkungan. Sebagaimana telah didefinisikan oleh ahli-ahli biologi, daya dukung adalah sejumlah individu dari species tertentu yang dapat didukung dalam suatu habitat tertentu tanpa merusak ekosistem secara permanen (Odum, 1989; Rees,1992).

Apabila populasi dari species tersebut telah melebihi daya dukung habitatnya, maka yang terjadi adalah sumberdaya yang dibutuhkan oleh spesies tersebut bagi kelangsungan hidupnya akan mengalami deplesi, atau limbah yang diproduksi species tersebut menumpuk dan meracuni anggota species, atau akan terjadi keduanya, dan populasi pun akan punah.
Daya dukung ekologis adalah beban maksimum yang dapat didukung secara terus menerus oleh lingkungan (Catton, 1986). Daya dukung tidak akan berkelanjutan kecuali bila didasarkan pada penggunaan sumberdaya dalam cara yang bisa terbarukan (renewable way).

Sintesis dari berbagai definisi tentang jejak ekologis dan dayadukung tersebut, maka peneliti mendefinisikan jejak ekologis zona industri sebagai berikut :
  • Jejak Ekologis/Appropriated Carrying Capacity sebuah zona industri adalah jumlah luas lahan yang dipakai dan ekivalen (lahan, air, daya tampung limbah) yang diperlukan untuk mendukung kegiatan zona industri tersebut,tanpa menyebabkan kerusakan yang serius dan tak terpulihkan pada lingkungan alam di zona industri dimaksud.
Konsep daya dukung industri didefinisikan sebagai level/tingkat maksimum dari kegiatan industri Genuk, yang dapat didukung oleh lingkungan di Kecamatan Genuk tanpa menyebabkan kerusakan serius dan tak terpulihkan pada lingkungan alam. Konsep jejak ekologis sangat berhubungan erat dengan konsep daya dukung ekologis. 
Jejak ekologis diekspresikan dalam ha/kapita,
sedangkan dayadukung ekologis biasanya diekspresikan dalam unit kapita/ha, sehingga membuat konsep tersebut seolah-olah saling berlawanan satu sama lain (Bicknell, Ball, Cullen, Bigsby, 1998).

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep dayadukung lingkungan adalah analisis lingkungan yang dilakukan di dalam zona industri secara ‘on-site/in-situ’ (luas lahan, kesesuaian lahan, sumberdaya alam dan energi yang dipakai oleh aktivitas industri serta asimilasi limbahnya), sedangkan konsep jejak ekologis merupakan analisis ‘off-site/ex-situ’ yang meliputi ekivalen luas lahan (appropriated) yang diperlukan akibat dari aktivitas industri dimaksud, dengan kategori : lahan pertanian, padang rumput, hutan, area terbangun (built up area), lautan dan lahan energi fosil (CO2-sink land).

Disadur dari :

eprints.undip.ac.id/40475/2/bab_2.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar